Tuesday, July 12, 2005

Kepadamu

Dian tercinta,
Enam tahun sudah sejak kamu dan kapal pesiarmu labuh untuk pertama kalinya di pelabuhan kecilku. Sejak saat itu pula tak bisa kuhindari rasa cinta yang amat sangat kepada dirimu. Pernah kucoba untuk menampik kenyataan itu dengan pergi memancing ikan, berlarian di sepanjang pantai, minum kelapa muda sampai mabok, ataupun membangun istana pasir tapi hal itu sia-sia saja karena pesonamu telah menyedot sebagian besar perhatianku di pelabuhan kecil ini.

Suatu hari aku mendengar dari beberapa orang di pelabuhan kalau kamu akan segera meninggalkan pelabuhan kecilku untuk melanjutkan perjalanan mengarungi samudera. Kupikir saat itu adalah saat-saat yang kunantikan karena aku akan berpisah denganmu dan tentunya dengan rasa cintaku padamu yang telah memberiku siksaan terindah ini. Tapi ternyata tidak.

Saat kau melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan dengan pelabuhan kecil itu, aku merasa bahwa aku tak benar-benar ingin berpisah denganmu. Entah makhluk apa yang merasukiku saat itu hingga kuputuskan untuk mencuri sebuah kapal nelayan yang sedang terparkir di pelabuhan kecil sebagai sarana untuk mengikuti perjalananmu meski harus ke ujung dunia. Pikirku saat itu.

Dian yang mempesona,
Ternyata untuk sekedar mengikuti perjalananmu saja sulitnya bukan main. Mesin kapal milik nelayan yang kucuri itu hanya bertahan beberapa hari karena kehabisan bahan bakar. Untunglah masih ada dayung di kapal itu, tapi ternyata aku tak cukup punya tenaga untuk terus mengikuti perjalananmu hanya dengan menggunakan dayung. Aku sempat menyerah. Tapi begitulah Dian, setiap kali peralatan yang kupakai untuk mengikuti perjalananmu rusak, selalu saja ada orang-orang baik yang memberiku tumpangan. Tak kurang dari kapal tanker Pertamina, kapal selam,Dewa Ruci, kapal wisata, kapal perang, dan ribuan kapal nelayan dari seluruh penjuru dunia telah memberiku tumpangan.

Dian yang indah,
Satu hal yang tidak bisa kulupa dari perjalanan ini adalah setiap kali senja tiba. Saat itu kau pasti berdiri di haluan kapal (seperti di film Titanic) untuk memandangi senja yang mulai tenggelam. Di saat itulah aku berada di samping kapalmu untuk mengirimkan tanda-tanda dengan bendera semafor yang terbaca : Aku Mencintaimu atau kadang-kadang kukirimkan pula potongan-potongan puisi favoritku dengan menggunakan bendera semafor itu. Di atas haluan itu kamu tersenyum. Apapun arti senyuman itu, percayalah, aku suka.

Dian yang cantik,
Perlu diketahui, selama perjalanan ini, aku hanya mengikuti kapal pesiarmu dari belakang. Bahkan aku yakin kau belum tahu bahwa hanya karena cinta aku nekat mengikuti perjalananmu. Aku letih. Maka hari ini, dengan bantuan kapal dari para aktivis Green Peace, dengan susah payah dan sedikit memaksa aku berusaha untuk naik ke kapalmu guna menyampaikan surat ini kepadamu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu. Itu saja. Aku terlalu takut untuk mendengar jawaban. Jawaban lebih menyiksa daripada sebuah pertanyaan.

Dian yang manis,
Saat kau baca surat ini, mungkin aku sudah menjadi backpacker, aktivis Green Peace atau terdampar di satu pulau seperti yang dialami Tom Hanks di film Cast Away. Tapi percayalah Dian, dimanapun kau akan singgah di tiap pelabuhan manapun nantinya, di sana kamu akan disambut dengan satu baliho besar yang telah kusewa khusus untukmu dengan tulisan besar-besar : Dalam Diam, Andi Mencintaimu. Percayalah.

Dari yang menyewa baliho itu,

Andi

Thursday, November 04, 2004

Pagi Ini

Kejutan kecil hadir pagi ini pukul 08.47. Darimu.

Thursday, October 14, 2004

Keping Ramadhan

Selamat menunaikan ibadah puasa

Thursday, October 07, 2004

Keping 2

too much love will kill you, but i think it's fun to kill you

Thursday, September 23, 2004

Keping 1

Apa kabar, sayang.....?

Thursday, September 16, 2004

Maaf.....

Maaf sudah lama nggak menghubungimu, mungkin setelah Pemilu ya...

Sunday, September 12, 2004

Bom Itu

Bom itu telah meledak di hatiku
meluluh lantakkan....

(kuharap kamu baik-baik saja)